ini bulan juni, dan hujanpun tak datang lagi
aku membaca hujan dari buku-buku yang terbuka tak sengaja
ini bulan juni, tak ada hujan yang tersesat di sini
aku membaca hujan dari mata yang tak kuasa menahan tangis
mari kita berhitung jumlah jemari: satu, dua, tiga, empat, lima tangan kanan. satu, dua, tiga, empat, lima tangan kiri
pada hitungan kelima, hujan tak datang juga, mungkin karena ini bulan juni
bayangkan hujan di bulan juni, bayangkan, serupa luruh bulu-bulu sayap jatayu dari sejarah masalalu
dan kita berhitung satu sampai lima, sambil terus terbata-bata mengeja makna
ada yang bernyanyi tetang hujan, di saat terik matahari, sebagai kidung. mungkin mengundang hujan, walau gerimis
ada pecinta hujan, ada penikmat hujan, ada perindu hujan, tapi tetap hujan tak datang. di awal bulan juni
“mari bermain lumpur saja,” kata sebuah suara. lumpur yang menyimpan airmata. menyemburkan murka bumi yang terluka
tak ada hujan, lumpur pun jadi.
“ayo kita berenang di lumpur!” tak ada hujan di bulan juni. hanya lumpur yang menjadi-jadi dari airmata luka bumi.
mari kita berhitung kembali: satu, dua, tiga, empat, lima! hopla!
satu dua tiga berhitung tentang kebahagiaan…